Twenty-Four Eyes
Twenty-Four Eyes adalah sebuah novel berbahasa Jepang yang ditulis oleh Sakae Tsuboi. DIterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Akira Miura dengan judul Dua Belas Pasang Mata. Berisi 252 halaman, yang diterbitkan secara fisik maupun digital. Judul asli novel ini dalam bahasa Jepang adalah Nijushi No Hitomi.
Sinopsis
[sunting | sunting sumber]Buku ini menceritakan tentang kisah Bu Guru Oishi yang ditugaskan mengajar di sebuah desa nelayan. Dengan penuh kesederhanaan dan kasih sayang dari murid-muridnya, beliau belajar kehidupan. Namun, suatu peristiwa besar merusak segalanya. Kehidupan mereka pun berubah.
Narator
[sunting | sunting sumber]Kalau dua puluh tahun dihitung sebagai satu generasi, seperti kata orang, maka cerita ini bermula sedikit lebih lama dari satu generasi yang lampau. (hlm. 13)
Pada tanggal 15 Agustus 1945 (semua orang sudah mendengar akibat-akibat mengerikan bom A, lewat kabar yang disampaikan dari mulut ke mulut, tetapi belum mendapatkan informasi tentang kengerian sesungguhnya). (hlm. 198)
Tokoh
[sunting | sunting sumber]- Miss Oishi
- Kotsuru Kabe
- Masuno Kagawa
- Kotoe Katagiri
- Matsue
- Fujiko Kinoshita
- Misako
- Sanae Yamaishi
- Nita Aizawa
- Isokichi
- Tadashi
- Takeichi Takeshita
- Kichiji Tokuda
Miss Oishi
[sunting | sunting sumber][monolog] Oh, hari pertama semester kedua ini diawali dengan kekacauan, (hlm. 45)
[monolog] Kasihan Kitchin! Dia pasti ketakutan. Mungkin dia khawatir ada sesuatu yang akan melompat dari dalam kamera dan menerkamnya. (hlm. 81)
[monolog] Di mana Nita berbicara sekarang, dengan suaranya yang lantang namun menimbulkan rasa sayang itu? (hlm. 191)
Masuno
[sunting | sunting sumber][kepada Sanae] Aku tidak suka sama sekali pelajaran musiknya Bapak Guru, (hlm. 64)
Kotsuru
[sunting | sunting sumber][monolog] Aku ingin bertemu dengannya, (hlm 64)
[kepada Masuno] Wah, dia menikah! (hlm. 110)
Nita
[sunting | sunting sumber][kepada Miss Oishi] Kami datang buat menjenguk Ibu Guru. Kami jalan jauh sekali. (hlm. 78)
Matsue
[sunting | sunting sumber][monolog] Mungkin aku akan dibelikan kotak itu lusa, (hlm. 108)
Daikichi
[sunting | sunting sumber][kepada Ibu] Ibu, kita kalah perang. Ibu belum dengar beritanya di radio? (hlm. 100)
[kepada Ibu] Tapi kalau tidak begitu, Ibu tidak akan dihormati sebagai ibu prajurit yang gugur, (hlm. 202)