Lompat ke isi

Pengguna:Ezagren/BP

Dari Wikikutip bahasa Indonesia, koleksi kutipan bebas.

Tabatak di nagari urang.

Terjemahan: Tertambat di negeri orang.
Makna: Ungkapan ini ditujukan kepada perantau yang tidak pulang lagi ke kampung halamannya.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 80. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Pucat ka tahi-tahi.

Terjemahan: Pucat ke tinja-tinja.
Makna: Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang berada pada puncak ketakutan sehingga bukan saja wajahnya pucat, tetapi ke tinja-tinjanya pun turut pula pucat.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 80. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z


Bungul pada hadangan.

Terjemahan: Lebih bodoh daripada kerbau.
Makna: Ungkapan ini ditujukan kepada seseorang yang sangat bodoh.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 80. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Patah-patah balicuk pulang.

Terjemahan: Patah-patah bertunas lagi.
Makna: Sama dengan ungkapan patah tumbuh, hilang berganti.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 80. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Gugur-gugur cangul lagi.

Terjemahan: Gugur-gugur muncul lagi.
Makna: Ungkapan ini menggambarkan perjuangan yang berkesinambungan dari generasi ke generasi atau dari keturunan yang satu ke keturunan berikutnya.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 80. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Nangkaya ilung bataut di batang.

Terjemahan: Seperti enceng gondok bertaut di batang.
Makna: Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang selalu menggantungkan kehidupannya kepada orang lain.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 81. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Tangan manadah, mata managadah.

Terjemahan: Tangan menadah, mata menengadah.
Makna: Berdoa.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 81. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Nangkaya pipit di padang banih.

Terjemahan: Seperti pipit di padang padi.
Makna: Ungkapan ini menggambarkan saat-saat yang berbahagia.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 81. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Pamandiran basilang silu.

Terjemahan: Pembicaraan bersimpang-siur.
Makna: Sindiran ini ditujukan kepada seseorang yang pembicaraannya tak berarah.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 81. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Nangkaya bilungka bulat bulaling.

Terjemahan: Seperti ketimun bulat panjang.
Makna: Ungkapan ini ditujukan kepada seseorang yang tidak berdaya tanpa bantuan orang lain.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 81. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z


Nangkaya manapuk banyu di dulang.

Terjemahan: Seperti menepuk air di dulang.
Makna: Membicarakan aib keluarga sama saja dengan membicarakan aib diri sendiri.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 82. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Dimakan mati uma, kada dimakan mati bapak.

Terjemahan: Dimakan mati ibu, tidak dimakan mati ayah.
Makna: Seseorang yang tidak bisa mengambil suatu keputusan karena dapat berakibat kerugian (pada kedua belah pihak).

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 82. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z


Tajam jarum kada satajam muntung.

Terjemahan: Tajam jarum tidak setajam mulut.
Makna: Ungkapan yang menjelaskan bahwa kata-kata lebih mudah mendatangkan bahaya dibanding dengan ketajaman sebilah jarum.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 82. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Wani malunta, wani manyalam.

Terjemahan: Berani menjala, berani menyelam.
Makna: Seseorang yang berani berbuat, harus pula berani bertanggung jawab.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 82. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Dunia kada satalapak tangan.

Terjemahan: Berani menjala, berani menyelam.
Makna: Seseorang yang berani berbuat, harus pula berani bertanggung jawab.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 82. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Dunia kada satalapak tangan.

Terjemahan: Dunia tidak selebar telapak tangan.
Makna: Nasihat ini diberikan kepada seseorang agar tidak berputus asa bila menghadapi sesuatu rintangan karena masih banyak jalan dan cara lain untuk menuju kesuksesan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 79. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Ganal pasak pada tihang.

Terjemahan: Besar pasak daripada tiang.
Makna: Sindiran ini ditujukan kepada seseorang yang berpenghasilan rendah, tetapi berpengeluaran besar atau orang yang banyak rencana, tetapi tidak satu pun yang menjadi kenyataan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 79. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Nangkaya anjing barabut tulang.

Terjemahan: Seperti anjing berebut tulang.
Makna: Ungkapan ini ditujukan kepada kedua belah pihak yang ribut mempertikaikan masalah yang kecil.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 79. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Nangkaya iwak diubah.

Terjemahan: Seperti ikan dituba.
Makna: Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang berada dalam kekalutan, dan tidak bisa menyelesaikan masalah yang tengah dihadapinya.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 78-79. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Nangkaya mancabut duri di daging.

Terjemahan: Seperti mencabut duri di daging.
Makna: Kias ini diucapkan oleh seseorang yang tengah berusaha untuk melepaskan penderitaan atau sakit hati yang dirasakannya.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 78. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Kacai dahulu muha saurang, hanyar mangacai muha urang.

Terjemahan: Cermini dahulu wajah sendiri, barulah mencermini wajah orang.
Makna: Ungkapan ini merupakan nasihat kepada seseorang agar terlebih dahulu mengoreksi kelemahan diri sendiri sebelum mengoreksi kelemahan diri orang.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 78. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z

Wani badiam di pinggir laut, wani jua ditampur umbak.

Terjemahan: Berani berdiam di pinggir taut, berani pula dipukul ombak.
Makna: Seseorang yang berani berbuat harus pula berani bertanggung jawab.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Obeng, Djumri. 1995. Sasindiran dan Sasyairan Suku Banjar Pahuluan: hal. 78. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 979-459-528-4

Sasindiran Banjar
A-M
N–Z