Lompat ke isi

Abdurrahman Wahid

Dari Wikikutip bahasa Indonesia, koleksi kutipan bebas.
Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid lebih dikenal dengan nama Gus Dur adalah politikus Indonesia dan pemimpin agama Islam yang menjabat sebagai presiden Indonesia keempat sejak tahun 1999 hingga 2001. Selain sebagai pemimpin organisasi Nahdlatul Ulama, ia juga pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia adalah putra Menteri Agama Wahid Hasyim, dan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama, Hasyim Asy'ari.

  1. DPR kok seperti anak TK
  2. Gitu aja kok repot.
  3. Kalau dulu saya mengatakan DPR TK (Taman Kanak-kanak –red), sekarang malah playgroup. Sumber: Gusdur.net
  4. Guyonan CIA di Indonesia sudah tidak ada teroris lagi, karena semua teroris sudah jadi menteri.
  5. saat membahas tentang teroris-teroris di Indonesia yang gerilya dengan berbagai aksi ledakan bom. Sumber: Detik
  6. Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian.
  7. kalau berurusan dengan tetangga yang muslim dalam soal agama, saya menggunakan keislaman saya, kalau berurusan dengan sesama muslim dalam urusan negara atau dengan orang beragama lain dalam soal agama diggunakanlah Pancasila. Sumber K.H. Abdurrahman Wahid ((1984) Islam, Negara, dan Pancasila, https://gusdur.net/

Tentang agama

[sunting | sunting sumber]
  1. Tidak boleh lagi ada pembedaan kepada setiap warga negara Indonesia berdasarkan agama, bahasa ibu, kebudayaan serta ideologi. Sumber: Bernas
  2. Kalau sekarang ini ada yang menjelekkan nama Islam, kita didik agar membawa nama Islam yang damai.
  3. Seolah-olah Islam diwakili oleh mereka yang keras-keras itu. Enggak bener. Sumber: Kompas
  4. Sebagian besar umat Islam lebih marah melihat perilaku porno dibandingkan korupsi atau merusak lingkungan.
  5. Islam sangat peka terhadap segala persoalan kenegaraan sebagai bagian penting, di mana 100 tahun terakhir ini Islam muncul sebagai ideologi politik. Sumber: Gus Dur (1985) Islam dan Pancasila: Titik Temu Ideologi Universal dan Ideologi Nasional, https://gusdur.net/

Tentang politik

[sunting | sunting sumber]
  1. Titip aspirasi kepada orang lain saja bisa, kenapa kita harus membuat wadah sendiri untuk menyalurkan aspirasi politik.[1]

Tentang kebangsaan

[sunting | sunting sumber]
  1. Kemajemukan harus bisa diterima, tanpa ada perbedaan.Sumber: Media Indonesia
  2. Jadinya kita menjadi bangsa yang jadi bahan tertawaan orang. Masak Timor Leste yang kayak itu saja mereka bisa permainkan kita. tentang penyampaian laporan mengenai pembantaian terhadap warga TImor Leste oleh pemerintah Indonesia. Sumber: Detik
  3. Kita ini celaka! 70 persen tanah air kita laut, tetapi garam saja impor. Kalau bodoh sih gak apa-apa, tapi kalau disengaja kok bodoh. Saya tahu impor setiap satu ton dapat 10 dolar. Jadi impor itu hanya menguntungkan yang impor saja. tentang impor pangan. Sumber: Detik
  4. Kesabaran dalam membawakan kebenaran adalah sifat utama yang dipuji oleh sejarah.
  5. Meyakini sebuah kebenaran tidak berarti hilangnya sikap menghormati pandangan orang lain.

Tentang kenegaraan

[sunting | sunting sumber]
  1. Bagaimana mungkin didirikan “negara Islam” kalau tidak ada kejelasan mengenai siapa yang akan menjadi pengambil keputusan tertinggi atau dalam fiqh-nya sering disebut dengan ahl al–halli wa al–aqd? Begitu juga persyaratan tentang pimpinan negara, masihkah dapat dipertahankan syarat berasal dari kaum Quraisy? Kalau tidak dapat, bagaimana cara menetapkan persyaratan yang baru? Kalau dalam masalah-masalah yang teknis begitu saja tidak akan tercapai kesepakatan, bagaimanakah akan dibentuk sebuah “negara Islam” dalam segala kompleksitasnya. Sumber K.H. Abdurrahman Wahid ((1984) Islam, Negara, dan Pancasila, https://gusdur.net/

Tentang Pancasila

[sunting | sunting sumber]
  1. Pancasila tidak berada pada kedudukan lebih tinggi dari Islam atau agama lain, karena ia hanya menjamin hak pemeluk untuk melaksanakan kewajiban agama masing-masing.Sumber K.H. Abdurrahman Wahid ((1984) Islam, Negara, dan Pancasila, https://gusdur.net/
  2. Pancasila dan Islam tidak memiliki pola hubungan yang bersifat polaritatif, tetapi pola hubungan dialogis yang sehat, yang berjalan terus-menerus secara dinamis. Jadi salahlah kalau Islam dan Pancasila dipertentangkan, karena peranannya justru saling mengisi, mendukung, dan menutup. Sumber K.H. Abdurrahman Wahid ((1984) Islam, Negara, dan Pancasila, https://gusdur.net/

Tentang memperkirakan masa depan

[sunting | sunting sumber]
  1. Kalau jadi wali kota yang bagus, kelak bisa jadi presiden. Dikatakan kepada Jokowi pada 8 Agustus 2006. Pada tahun 2014, Jokowi menjadi presiden Republik Indonesia.
  2. Pak Tarman akan jadi Kapolda Metro, lalu Kapolri. Dikatakan kepada Sutarman saat ia menjadi ajudan Presiden Gus Dur (2000-2001). Pada tahun 2010, Sutarman menjadi Kapolda Metro Jaya dan pada tahun 2013 menjadi Kapolri.
  3. Siapa bilang orang Cina tak bisa jadi gubernur? Jadi presiden saja bisa.[2] dikatakan kepada Basuki Tjahaja Purnama saat ia kalah pada Pilkada Bangka Belitung 2007. Pada tahun 2014, Basuki menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi.
  4. Pak Prabowo nanti jadi presiden nek wes tuwek (kalau sudah tua).[3]dikatakan dalam obrolan bersama Gus Irfan pada tahun 2009. Pada tahun 2024, Prabowo diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. Floriberta Aning S. (2005) 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Hlm. 11. ISBN 979-7564-75-4
  2. Ma'ruf, Fadil. "11 Ramalan Gus Dur yang Jadi Kenyataan: Bukti Kearifan dan Keunikan Sang Bapak Pluralisme - Radar Bogor - Halaman 3". 11 Ramalan Gus Dur yang Jadi Kenyataan: Bukti Kearifan dan Keunikan Sang Bapak Pluralisme - Radar Bogor - Halaman 3. Diakses tanggal 2025-10-03.
  3. Indonesia, CNN. "Cerita Gus Dur 'Ramal' Prabowo Jadi Presiden di Usia Tua". nasional. Diakses tanggal 2025-10-03.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
Wikipedia memiliki artikel ensiklopedia mengenai:
Tokoh
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
Wiktionary
Wiktionary
Lihat mengenai Abdurrahman Wahid di Wikisumber, perpustakaan bebas