Darmanto Jatman
Komodifikasi Ilmu Pengetahuan
[sunting | sunting sumber]Pendidikan sekolah ternyata tidak menyumbangkan apa-apa yang berarti bagi pembangunan; ia bahkan muncul terlebih-lebih sebagai social service dari sistem ekonomi industri! – Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 32-33
Pengembangan Ilmu Pengetahuan, ternyata lebih dipastikan nasibnya di pusat-pusat pengambilan keputusan pemerintahan, daripada di pusat-pusat riset, seperti misalnya di PRP. Dan nanti kita lihat, bahwa perkembangan Ilmu Pengetahuan di Negeri post industrial, lebih ditentukan di laboratorium pabrik-pabrik daripada di universitas-universitas
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 33
Ilmu itu menjadi eksklusif, karena ia barang impor. Ia juga menjadi mahal karena impor ini. Bayangkanlah berapa juta duit mesti keluar untuk mengirim seorang sarjana ke Amerika sana, mengisi kepalanya dengan "ilmu" itu, lalu mengembalikannya ke Indonesia?
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 84
Ilmu telah menjadi perangkat mode bagi perilaku priyayi!
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 88
Politisasi Pengetahuan dan Bahasa
[sunting | sunting sumber]Perguruan tinggi terlanjur menjadi instrumen dari penguasa (dahulu pemerintah Hindia Belanda) untuk mempertahankan struktur sosial yang ada. Pendidikan bukan alat pembebasan seperti yang diharapkan Ki Hajar Dewantara atau Paolo Freiere. Penumpalan anggaran sebesar-besarnya untuk pendidikan adalah pemerkuatan struktur sosial yang ada. Sementara perlu disebut, bahwa sejak mula memang hanya priyayi-priyayi dan anak-anak orang kaya yang bisa masuk perguruan tinggi – dan konon bahkan sampai sekarang. Porsi anak pegawai negeri masih tinggi dalam perguruan tinggi kita; sekarang pun kalau tokh terjadi perubahan, maka yang banyak terjadi adalah bahwa perguruan tinggilah yang mengubah anak-anak petani dari pelosok-pelosok desa menjadi priyayi-priyayi baru, dan bukan sebaliknya para anak petani ini mengubah perguruan tinggi menjadi perguruan tingginya "wong cilik". Perguruan tinggi sudah terlanjur nyokot dengan elite pemegang kekuasaan; sehingga bahkan revolusi-revolusi yang diinginkan oleh para anggota elite tersebut hanya menjadikan gerakan menjadi semacam inflasi kalau bukan lebih buruk lagi menjadi semacam karikatur.
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 46-47
Tidakkah kita sedang merasuk ke dalam kerangka berbahasa Indonesia yang benar dan baik secara politis dan belum lagi kulturil?
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 79
Humanisasi Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Hasil yang diharapkan dari suatu bentuk pendidikan tak lain ialah Humane People yang selain menghargai diri sendiri juga memiliki keinginan dan kesadaran untuk memperlakukan orang lain dengan penuh hormat dan harkat, maka untuk menciptakan/mengembangkan humane people ini, Humanistic Approach harus dikembangkan lebih dulu.
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 42
Bukankah ancaman dari zaman modern adalah keterpecahan kepribadian akibat pendidikan yang sama sekali rasional kognitif? Bukankah di kampus-kampus akademi apa institut apa universitas telah ditempelkan pernyataan-pernyataan bahwa mahasiswa adalah manusia utuh yang berimbang kegiatan nalarnya dengan kegiatan emosional maupun hasrat-hasratnya?
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 80
Karena terbukti bahwa berpiir ilmiah membawa banyak hasil kecenderungan yang kuat untuk mengilmiahkan segala macam aspek kehidupan budaya manusia, bahkan kalau perlu kehidupan beragamanya. Kecenderungan ini sebenarnya merupakan boomerang bagi kehidupan ilmiah dan masyarakat-masyarakat ilmiah itu sendiri.
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 88
Apakah strategi pembangunan kitalah yang melahirkan "incredible hulk" ini? Kalau demikian, dapatkah kita katakana bahwa ilmu-ilmu yang menjadi soko guru pembangunan bagi teknokrat-teknokrat kita itulah yang menjadi penyebab munculnya "incredible hulk" ini?!
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 156
Ilmu itu baru hanya bermanfaat apabila ia memuliakan manusia tersebut.
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 158
Proses Penciptaan Seni
[sunting | sunting sumber]Proses penciptaan telah dipujakan dalam mitos-mitos yang sacral. Ia adalah "penciptaan kedua" sesudah apa yang dilakukan Tuhan pada masa dahulu kala. Maka menulis puisi hendaknya tidak dilakukan dengan main-main, mesti serius, jadi dan bermutu. Untuk itu perlu cara, laku dan patrap, termasuk tentu saja "tapa brata".
– Darmanto Jatman, Sekitar Masalah Kebudayaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 64